4 Distribusi
Spasial Ketinggian Taman Nasional Bogani Nani Wartabone
Hasil perhitungan
luasan distribusi ketinggian di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone pada citra
Aster GDEM, kini dapat diketahui kelas ketinggian yang memiliki luasan
distribusi tebesar adalah kelas ketinggian 300 - 600 m dari permukaan laut
dengan luasan 87016.3 Ha. Sedangkan kelas ketinggian yang memiliki luasan
distribusi terendah adalah kelas ketinggian 1200 - 1500 m dari permukaan laut
dengan luasan 33046.2 Ha. Daerah yang dicirikan dengan warna kuning pada ketinggian
14 - 300 m Gambar 34, merupakan zona pemanfaatan yang mana sebagian besar
kawasannya sudah menjadi daerah pertanian, perkebunan, bahkan sudah menjadi
daerah pemukiman. Untuk daerah yang berada pada ketinggian 900 - 1947 m adalah
daerah yang masuk dalam kategori zona
inti. Sedangkan daerah yang kelas ketinggiannya 600 - 900 m, sebagian besar
masuk pada zona rimba.
Dari hasil analisis
citra, luas keseluruhan daerah distribusi spasial ketinggian adalah 298198.1 Ha. Luasan ini sedikit berbeda dengan
luasan yang dikeluarkan oleh Menteri
Kehutanan dengan keputusan nomor 731/Kpts-II/1991, seperti yang dijelaskan pada
teori di atas. Pada penelitian ini batasan spasial wilayah yang digunakan
diperoleh SK MENHUT NO. 1127/
Kpts-II/1992. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi luasan dalam analisis citra
diantaranya kesalahan digitasi dan selisih RMS
Error pada Arcgis.
4 Distribusi
Spasial Kelerengan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone
Pada Tabel 5, dapat diketahui wilayah distribusi spasial kelerengan
yang diklasifikasikan dalam lima kelas dengan satuan persen (%) dari hasil
analisis citra satelit Aster GDEM. Luas keseluruhan wilayah distribusi
kelerengan adalah 298.198.1 Ha, dengan penyumbang terbesar luasan distribusi
kelerengan adalah kelas >40% yaitu 98492.4 Ha, dan sebagian besar masuk pada
zona inti Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Kelas kelerengan yang memiliki
luas distribusi terendah yakni kelas kelerengan 0 - 8% dengan luas 18422.6 Ha.
Daerah ini merupakan daerah yang masuk dalam kategori wilayah yang datar. Dapat
dilihat pada Gambar 35, distribusi kelas
kelerengan 0 - 8% sebagian besar berada pada daerah Pinogu Kabupaten Bone Bolango,
dan daerah Dumara-Toraut Kabupaten Bolaang Mongondow. Disamping itu daerah ini
masuk pada kawasan zona pemanfaatan, dikarenakan wilayahnya lebih didominasi
oleh daerah datar. Kelas kelerengan 8 - 15% terdapat di beberapa tempat yaitu
seperti disekitar Sungai Tumpa dan di sepanjang Sungai Bone, dengan luas 32722.6 Ha. Kemudian
pada kelas kelerengan 15 - 25% berada di sekitar barat hutan Pinogu dan daerah
Bukit. Sedangkan kelas kelerengan 25 - 40% sebagian berada pada arah utara
Bukit Linggua dan arah utara hutan Pinogu.
Dengan demikian
kelerengan di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone didominasi oleh kelas
kelerengan >40% wilayah yang sangat
curam dengan luas distribusi 98492.4 Ha, dan kelas kelerengan terendah adalah 0
- 8% dengan luas distribusi 18422.6 Ha.
4.1.3
Distribusi
Spasial Suhu Permukaan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone
Dari hasil analisis
citra satelit Landsat ETM Band 6, luas keseluruhan distribusi suhu permukaan
adalah 298.198.1 Ha. Luas distribusi
terbesar berada pada kelas suhu permukaan 20°C - 25°C adalah 139457.9 Ha. Pada
kelas ini sebagian besar berada dalam kawasan zona inti pada ketinggian antara
900 - 1947 m.
Untuk kelas suhu permukaan <20°C yang teranalisis hanyalah
tumpukkan awan, sehingganya tumpukkan awan tersebut dikoreksi menjadi 0°C. Jadi
luas distribusi tumpukkan awan di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone sebesar 18.571.3 Ha. Kelas suhu
permukaan 25°C - 30°C sebagian besar masuk pada zona rimba
dengan ketinggian antara 600 - 1500 m (dpl). Selanjutnya pada kelas 30°C - 35°C
dan 35°C - 40°C berada pada zona pemanfaatan dengan ketinggian antara 14 - 600
m (dpl). Sedangkan pada kelas suhu permukaan >40°C, luas distribusi spasial
hanya 0.4 Ha dan merupakan
luas distribusi paling kecil, dapat dilihat pula pada Gambar 36.
Penjelasan kelas suhu permukaan di atas, dirangkaikan dengan
kelas ketinggian dan berdasarkan zonasi. Hal ini dimaksudkan untuk melihat
penurunan suhu permukaan secara visual pada level ketinggian dan zonasi yang
mengacu pada peta distribusi spasial dan peta pembagian zonasi. Sebagai contoh,
dapat dilihat pada kelas suhu permukaan 30°C - 35°C dan 35°C -
40°C dengan ketinggian antara 14 - 600 m (dpl) pada zona pemanfaatan. Dengan
menghubungkan kedua nilai kelas tersebut yang letaknya sebagian besar berada di
zona pemanfaatan, dapat diidentifikasi dengan melihat nilai kelas ketinggian
yang mengalami penurunan sebelumnya, yang dibarengi naiknya nilai kelas suhu
permukaan. Berada pada zona pemanfaatan yang mana zonasi ini mengalami
perubahan penggunaan lahan, diantaranya dialih fungsikan sebagai daerah
pertanian, perkebunan dan area terbangun. Dari perubahan penggunaan lahan
tersebut, secara tidak langsung mempengaruhi nilai kelas suhu permukaan.
Sehingga nilai suhu permukaan tersebut mengalami peningkatan.
Hubungan
Ketinggian Terhadap Suhu Permukaan
Suarma Utia, (2005). Dalam
penelitiannya yang berjudul Pengaruh Arah Hadap Lereng dan Ketinggian Terhadap
Iklim Mikro Perkebunan Tembakau di Sebagian Lereng Utara Gunung Api Sumbing
Kabupaten Temanggung. Dari hasil analisis hubungan pada penelitiannya, suhu
permukaan akan semakin kecil seiring makin bertambahnya ketinggian. Sehingga hubungan
yang terjadi adalah korelasi negatif sebesar 0.16. Hal ini dapat dijelaskan
dengan adanya nilai koefisien korelasi negatif yang menandakan adanya hubungan
yang saling berpengaruh dan berbanding terbalik.
Sulistya, (2012).
Mengemukakan bahwa Ketinggian tempat mempengaruhi perubahan suhu udara. Semakin
tinggi suatu tempat, misalnya pegunungan, semakin rendah suhu udaranya atau
udaranya semakin dingin. Semakin rendah daerahnya semakin tinggi suhu udaranya
atau udaranya semakin panas. Oleh karena itu ketinggian suatu tempat
berpengaruh terhadap suhu suatu wilayah.
Semakin tinggi kedudukan suatu
tempat, temperatur udara di tempat tersebut akan semakin rendah, begitu juga
sebaliknya semakin rendah kedudukan suatu tempat, temperatur udara akan semakin
tinggi. Perbedaan temperatur udara yang disebabkan adanya perbedaan tinggi
rendah suatu daerah disebut amplitudo. Alat yang digunakan untuk mengatur
tekanan udara dinamakan thermometer. Garis khayal yang menghubungkan
tempat-tempat yang mempunyai tekanan udara sama disebut garis isotherm (Syihamuddin, 2010).
Salah satu sifat khas udara yaitu
bila naik 100 meter, suhu udara akan turun 0,6 °C. Di Indonesia suhu rata-rata
tahunan pada ketinggian 0 meter adalah 26 °C. Misal, suatu daerah dengan
ketinggian 5.000 m di atas permukaan laut suhunya adalah 26 °C × -0,6 °C = -4
°C, jadi suhu udara di daerah tersebut adalah -4 °C. Perbedaan temperatur
tinggi rendahnya suatu daerah dinamakan derajat geotermis. Suhu udara rata-rata
tahunan pada setiap wilayah di Indonesia berbeda-beda sesuai dengan tinggi
rendahnya tempat tersebut dari permukaan laut (Siwitri,
2004).
Dari beberapa hasil
uraian penelitian sebelumnya di atas, mengemukakan bahwa semakin tinggi suatu
tempat (dpl), maka suhu akan mengalami penurunan. Sesuai hasil analisis yang
telah dilakukan, penelitian ini pula telah dibuktikan bahwa semakin tinggi
suatu tempat dari permukaan laut maka suhu permukaan akan semakin rendah. Hal
ini sesuai dengan teori dalam kutipan Handoko (1993), bahwa rata-rata penurunan
suhu permukaan menurut ketinggian di Indonesia sekitar 0,5-0,6°C tiap kenaikan
100 m. Penurunan suhu permukaan dengan naiknya ketinggian dipengaruhi juga oleh
banyak faktor, seperti kerapatan vegetasi, penerimaan radiasi matahari, tutupan
awan dan penggunaan lahan.
Hubungan
Kelerengan Terhadap Suhu Permukaan
Hasil analisis hubungan
kelerengan terhadap suhu permukaan, dapat dilihat bahwa kelerengan/kemiringan
lereng memiliki hubungan yang signifikan terhadap suhu permukaan. Hal ini telah
dibuktikan dengan menggunakan analisis korelasi antara kelerengan dengan suhu
permukaan yang terurai pada Tabel 8 dan Gambar 38, serta pengujian hipotesis
statistik dengan menggunakan uji t.
Jika kelerengan/kemiringan
lereng dibandingkan dengan ketinggian dan faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi suhu permukaan, maka dapat disimpulkan bahwa ketinggian yang
berperan besar terhadap naik turunnya suhu permukaan di Taman Nasional Bogani
Nani Wartabone. Adapun faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi suhu
permukaan antara lain, kerapatan vegetasi, pembukaan lahan, area terbangun,
penerimaan radiasi matahari, dan lain-lain.
Hubungan
Secara Bersama-Sama Antara Ketinggian dan Kelerengan Terhadap Suhu Permukaan
Hasil uraian mengenai pengujian
propobilitas signifikan untuk mengetahui hubungan secara bersama-sama antara
ketinggian (X1) dan kelerengan (X2) terhadap suhu
permukaan (Y), diketahui bahwa nilai propobilitas ketinggian (X1) lebih
kecil dari nilai alfa (α), dan nilai
propobilitas kelerengan (X2) lebih besar dari nilai alfa (α). Artinya nilai propobilitas (hasil
perbandingan dengan nilai α) ketinggian (X1) berpengaruh nyata
terhadap suhu permukaan (Y), sehingga dengan melihat nilai propobilitas
tersebut maka dapat tarik sebuah kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara
ketinggian (X1) terhadap suhu permukaan (Y). Sedangkan nilai
propobilitas kelerengan (X2) lebih besar dari nilai alfa (α). Artinya nilai propobilitas
(hasil perbandingan dengan nilai α) kelerengan (X2) tidak
berpengaruh nyata terhadap suhu permukaan (Y), dengan melihat nilai
propobilitas tersebut, maka dapat tarik sebuah kesimpulan bahwa tidak terdapat
hubungan antara kelerengan (X2) terhadap suhu permukaan (Y). Jika
salah satu diantara kedua variabel independent tidak berpengaruh nyata pada
variabel dependent, maka tidak hubungan secara bersama-sama antara variabel
independent terhadap variabel dependent.
Hasil pengujian
hipotesis menggunakan uji t, mengenai hubungan bersama-sama antara ketinggian
dan kelerengan terhadap suhu permukaan pada variabel ketinggian (X1),
bahwa telah diketahui t hitung > t tabel, sehingga Ho ditolak atau dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata dan
signifikan antara ketinggian (X1) terhadap suhu permukaan (Y), dalam
artian Ha diterima. Sedangkan pada
variabel kelerengan (X2), t hitung < t tabel, sehingga Ha ditolak atau dapat dikatakan bahwa
tidak terdapat hubungan yang nyata dan signifikan antara kelerengan (X2)
terhadap suhu permukaan (Y), dalam artian Ho
diterima.
Dari hasil pengujian
propobilitas signifikan dan pengujian hipotesis menggunakan uji t, kini telah
diketahui bahwa variabel ketinggian (X1) memiliki pengaruh yang
nyata dan signifikan terhadap suhu permukaan (Y), atau terdapat hubungan antara
ketinggian (X1) terhadap suhu permukaan (Y). Sedangkan variabel
kelerengan (X2) tidak memiliki pengaruh yang nyata dan signifikan
terhadap suhu permukaan (Y), atau tidak terdapat hubungan antara kelerengan (X2)
terhadap suhu permukaan (Y). Karena salah satu dari dua variabel tersebut yakni
variabel kelerengan (X2), tidak terdapat hubungan yang nyata dan
signifikan terhadap suhu permukaan, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
hubungan secara bersama-sama antara ketinggian (X1) dan kelerengan
(X2) terhadap suhu permukaan (Y).
Pada pengujian korelasi
sebelumnya, terdapat hubungan yang signifikan antara kelerengan terhadap suhu
permukaan. Namun tidak pada hubungan secara bersama-sama. Hal ini dikarenakan
oleh ketinggian tempat meter (dpl) memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap
terhadap suhu permukaan dibandingkan dengan kelerenganyang hanya memberikan
kontribusi pengaruh yang sangat kecil pada hubungan secara bersama-sama
tersebut. Sehingga penurunan suhu permukaan lebih besar dipengaruhi oleh
kenaikan ketinggian tempat.
Harrah's Cherokee Casino Resort - MapyRO
BalasHapusHarrah's Cherokee 충청남도 출장안마 Casino Resort 이천 출장샵 in Cherokee, NC is a 4-minute drive 안성 출장샵 from Harrahs Cherokee Casino 전라남도 출장샵 and 14 minutes by foot from Harrahs Cherokee Casino. 김해 출장마사지