Jumat, 09 November 2012

Hubungan Ketinggian dan Kelerengan Terhadap Suhu Permukaan di TNBNW


4         Distribusi Spasial Ketinggian Taman Nasional Bogani Nani Wartabone
Hasil perhitungan luasan distribusi ketinggian di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone pada citra Aster GDEM, kini dapat diketahui kelas ketinggian yang memiliki luasan distribusi tebesar adalah kelas ketinggian 300 - 600 m dari permukaan laut dengan luasan 87016.3 Ha. Sedangkan kelas ketinggian yang memiliki luasan distribusi terendah adalah kelas ketinggian 1200 - 1500 m dari permukaan laut dengan luasan 33046.2 Ha. Daerah yang dicirikan dengan warna kuning pada ketinggian 14 - 300 m Gambar 34, merupakan zona pemanfaatan yang mana sebagian besar kawasannya sudah menjadi daerah pertanian, perkebunan, bahkan sudah menjadi daerah pemukiman. Untuk daerah yang berada pada ketinggian 900 - 1947 m adalah daerah  yang masuk dalam kategori zona inti. Sedangkan daerah yang kelas ketinggiannya 600 - 900 m, sebagian besar masuk pada zona rimba.
Dari hasil analisis citra, luas keseluruhan daerah distribusi spasial ketinggian adalah  298198.1 Ha. Luasan ini sedikit berbeda dengan luasan yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan dengan keputusan nomor 731/Kpts-II/1991, seperti yang dijelaskan pada teori di atas. Pada penelitian ini batasan spasial wilayah yang digunakan diperoleh SK MENHUT NO. 1127/ Kpts-II/1992. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi luasan dalam analisis citra diantaranya kesalahan digitasi dan selisih RMS Error pada Arcgis.
 
4         Distribusi Spasial Kelerengan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone
Pada Tabel 5, dapat diketahui wilayah distribusi spasial kelerengan yang diklasifikasikan dalam lima kelas dengan satuan persen (%) dari hasil analisis citra satelit Aster GDEM. Luas keseluruhan wilayah distribusi kelerengan adalah 298.198.1 Ha, dengan penyumbang terbesar luasan distribusi kelerengan adalah kelas >40% yaitu 98492.4 Ha, dan sebagian besar masuk pada zona inti Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Kelas kelerengan yang memiliki luas distribusi terendah yakni kelas kelerengan 0 - 8% dengan luas 18422.6 Ha. Daerah ini merupakan daerah yang masuk dalam kategori wilayah yang datar. Dapat dilihat pada Gambar 35, distribusi kelas kelerengan 0 - 8% sebagian besar berada pada daerah Pinogu Kabupaten Bone Bolango, dan daerah Dumara-Toraut Kabupaten Bolaang Mongondow. Disamping itu daerah ini masuk pada kawasan zona pemanfaatan, dikarenakan wilayahnya lebih didominasi oleh daerah datar. Kelas kelerengan 8 - 15% terdapat di beberapa tempat yaitu seperti disekitar Sungai Tumpa dan di sepanjang Sungai Bone, dengan luas 32722.6 Ha. Kemudian pada kelas kelerengan 15 - 25% berada di sekitar barat hutan Pinogu dan daerah Bukit. Sedangkan kelas kelerengan 25 - 40% sebagian berada pada arah utara Bukit Linggua dan arah utara hutan Pinogu.
Dengan demikian kelerengan di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone didominasi oleh kelas kelerengan >40%  wilayah yang sangat curam dengan luas distribusi 98492.4 Ha, dan kelas kelerengan terendah adalah 0 - 8% dengan luas distribusi 18422.6 Ha.

4.1.3        Distribusi Spasial Suhu Permukaan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone
Dari hasil analisis citra satelit Landsat ETM Band 6, luas keseluruhan distribusi suhu permukaan adalah  298.198.1 Ha. Luas distribusi terbesar berada pada kelas suhu permukaan 20°C - 25°C adalah 139457.9 Ha. Pada kelas ini sebagian besar berada dalam kawasan zona inti pada ketinggian antara 900 - 1947 m. Untuk kelas suhu permukaan <20°C yang teranalisis hanyalah tumpukkan awan, sehingganya tumpukkan awan tersebut dikoreksi menjadi 0°C. Jadi luas distribusi tumpukkan awan di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone sebesar 18.571.3 Ha. Kelas suhu permukaan 25°C - 30°C sebagian besar masuk pada zona rimba dengan ketinggian antara 600 - 1500 m (dpl). Selanjutnya pada kelas 30°C - 35°C dan 35°C - 40°C berada pada zona pemanfaatan dengan ketinggian antara 14 - 600 m (dpl). Sedangkan pada kelas suhu permukaan >40°C, luas distribusi spasial hanya 0.4 Ha dan merupakan luas distribusi paling kecil, dapat dilihat pula pada Gambar 36.
Penjelasan kelas suhu permukaan di atas, dirangkaikan dengan kelas ketinggian dan berdasarkan zonasi. Hal ini dimaksudkan untuk melihat penurunan suhu permukaan secara visual pada level ketinggian dan zonasi yang mengacu pada peta distribusi spasial dan peta pembagian zonasi. Sebagai contoh, dapat dilihat pada kelas suhu permukaan 30°C - 35°C dan 35°C - 40°C dengan ketinggian antara 14 - 600 m (dpl) pada zona pemanfaatan. Dengan menghubungkan kedua nilai kelas tersebut yang letaknya sebagian besar berada di zona pemanfaatan, dapat diidentifikasi dengan melihat nilai kelas ketinggian yang mengalami penurunan sebelumnya, yang dibarengi naiknya nilai kelas suhu permukaan. Berada pada zona pemanfaatan yang mana zonasi ini mengalami perubahan penggunaan lahan, diantaranya dialih fungsikan sebagai daerah pertanian, perkebunan dan area terbangun. Dari perubahan penggunaan lahan tersebut, secara tidak langsung mempengaruhi nilai kelas suhu permukaan. Sehingga nilai suhu permukaan tersebut mengalami peningkatan. 

            Hubungan Ketinggian Terhadap Suhu Permukaan
Suarma Utia, (2005). Dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Arah Hadap Lereng dan Ketinggian Terhadap Iklim Mikro Perkebunan Tembakau di Sebagian Lereng Utara Gunung Api Sumbing Kabupaten Temanggung. Dari hasil analisis hubungan pada penelitiannya, suhu permukaan akan semakin kecil seiring makin bertambahnya ketinggian. Sehingga hubungan yang terjadi adalah korelasi negatif sebesar 0.16. Hal ini dapat dijelaskan dengan adanya nilai koefisien korelasi negatif yang menandakan adanya hubungan yang saling berpengaruh dan berbanding terbalik.
Sulistya, (2012). Mengemukakan bahwa Ketinggian tempat mempengaruhi perubahan suhu udara. Semakin tinggi suatu tempat, misalnya pegunungan, semakin rendah suhu udaranya atau udaranya semakin dingin. Semakin rendah daerahnya semakin tinggi suhu udaranya atau udaranya semakin panas. Oleh karena itu ketinggian suatu tempat berpengaruh terhadap suhu suatu wilayah.
Semakin tinggi kedudukan suatu tempat, temperatur udara di tempat tersebut akan semakin rendah, begitu juga sebaliknya semakin rendah kedudukan suatu tempat, temperatur udara akan semakin tinggi. Perbedaan temperatur udara yang disebabkan adanya perbedaan tinggi rendah suatu daerah disebut amplitudo. Alat yang digunakan untuk mengatur tekanan udara dinamakan thermometer. Garis khayal yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai tekanan udara sama disebut garis isotherm (Syihamuddin, 2010).
Salah satu sifat khas udara yaitu bila naik 100 meter, suhu udara akan turun 0,6 °C. Di Indonesia suhu rata-rata tahunan pada ketinggian 0 meter adalah 26 °C. Misal, suatu daerah dengan ketinggian 5.000 m di atas permukaan laut suhunya adalah 26 °C × -0,6 °C = -4 °C, jadi suhu udara di daerah tersebut adalah -4 °C. Perbedaan temperatur tinggi rendahnya suatu daerah dinamakan derajat geotermis. Suhu udara rata-rata tahunan pada setiap wilayah di Indonesia berbeda-beda sesuai dengan tinggi rendahnya tempat tersebut dari permukaan laut (Siwitri, 2004).
Dari beberapa hasil uraian penelitian sebelumnya di atas, mengemukakan bahwa semakin tinggi suatu tempat (dpl), maka suhu akan mengalami penurunan. Sesuai hasil analisis yang telah dilakukan, penelitian ini pula telah dibuktikan bahwa semakin tinggi suatu tempat dari permukaan laut maka suhu permukaan akan semakin rendah. Hal ini sesuai dengan teori dalam kutipan Handoko (1993), bahwa rata-rata penurunan suhu permukaan menurut ketinggian di Indonesia sekitar 0,5-0,6°C tiap kenaikan 100 m. Penurunan suhu permukaan dengan naiknya ketinggian dipengaruhi juga oleh banyak faktor, seperti kerapatan vegetasi, penerimaan radiasi matahari, tutupan awan dan penggunaan lahan.

           Hubungan Kelerengan Terhadap Suhu Permukaan
Hasil analisis hubungan kelerengan terhadap suhu permukaan, dapat dilihat bahwa kelerengan/kemiringan lereng memiliki hubungan yang signifikan terhadap suhu permukaan. Hal ini telah dibuktikan dengan menggunakan analisis korelasi antara kelerengan dengan suhu permukaan yang terurai pada Tabel 8 dan Gambar 38, serta pengujian hipotesis statistik dengan menggunakan uji t.
Jika kelerengan/kemiringan lereng dibandingkan dengan ketinggian dan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi suhu permukaan, maka dapat disimpulkan bahwa ketinggian yang berperan besar terhadap naik turunnya suhu permukaan di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Adapun faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi suhu permukaan antara lain, kerapatan vegetasi, pembukaan lahan, area terbangun, penerimaan radiasi matahari, dan lain-lain.

       Hubungan Secara Bersama-Sama Antara Ketinggian dan Kelerengan   Terhadap Suhu     Permukaan
Hasil uraian mengenai pengujian propobilitas signifikan untuk mengetahui hubungan secara bersama-sama antara ketinggian (X1) dan kelerengan (X2) terhadap suhu permukaan (Y), diketahui bahwa nilai propobilitas ketinggian (X1) lebih kecil dari nilai alfa (α), dan nilai propobilitas kelerengan (X2) lebih besar dari nilai alfa (α). Artinya nilai propobilitas (hasil perbandingan dengan nilai α) ketinggian (X1) berpengaruh nyata terhadap suhu permukaan (Y), sehingga dengan melihat nilai propobilitas tersebut maka dapat tarik sebuah kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara ketinggian (X1) terhadap suhu permukaan (Y). Sedangkan nilai propobilitas kelerengan (X2) lebih besar dari nilai alfa (α). Artinya nilai propobilitas (hasil perbandingan dengan nilai α) kelerengan (X2) tidak berpengaruh nyata terhadap suhu permukaan (Y), dengan melihat nilai propobilitas tersebut, maka dapat tarik sebuah kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan antara kelerengan (X2) terhadap suhu permukaan (Y). Jika salah satu diantara kedua variabel independent tidak berpengaruh nyata pada variabel dependent, maka tidak hubungan secara bersama-sama antara variabel independent terhadap variabel dependent.
Hasil pengujian hipotesis menggunakan uji t, mengenai hubungan bersama-sama antara ketinggian dan kelerengan terhadap suhu permukaan pada variabel ketinggian (X1), bahwa telah diketahui t hitung > t tabel, sehingga Ho ditolak atau dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata dan signifikan antara ketinggian (X1) terhadap suhu permukaan (Y), dalam artian Ha diterima. Sedangkan pada variabel kelerengan (X2), t hitung < t tabel, sehingga Ha ditolak atau dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata dan signifikan antara kelerengan (X2) terhadap suhu permukaan (Y), dalam artian Ho diterima.
Dari hasil pengujian propobilitas signifikan dan pengujian hipotesis menggunakan uji t, kini telah diketahui bahwa variabel ketinggian (X1) memiliki pengaruh yang nyata dan signifikan terhadap suhu permukaan (Y), atau terdapat hubungan antara ketinggian (X1) terhadap suhu permukaan (Y). Sedangkan variabel kelerengan (X2) tidak memiliki pengaruh yang nyata dan signifikan terhadap suhu permukaan (Y), atau tidak terdapat hubungan antara kelerengan (X2) terhadap suhu permukaan (Y). Karena salah satu dari dua variabel tersebut yakni variabel kelerengan (X2), tidak terdapat hubungan yang nyata dan signifikan terhadap suhu permukaan, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan secara bersama-sama antara ketinggian (X1) dan kelerengan (X2) terhadap suhu permukaan (Y).
Pada pengujian korelasi sebelumnya, terdapat hubungan yang signifikan antara kelerengan terhadap suhu permukaan. Namun tidak pada hubungan secara bersama-sama. Hal ini dikarenakan oleh ketinggian tempat meter (dpl) memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap terhadap suhu permukaan dibandingkan dengan kelerenganyang hanya memberikan kontribusi pengaruh yang sangat kecil pada hubungan secara bersama-sama tersebut. Sehingga penurunan suhu permukaan lebih besar dipengaruhi oleh kenaikan ketinggian tempat. 

1 komentar:

  1. Harrah's Cherokee Casino Resort - MapyRO
    Harrah's Cherokee 충청남도 출장안마 Casino Resort 이천 출장샵 in Cherokee, NC is a 4-minute drive 안성 출장샵 from Harrahs Cherokee Casino 전라남도 출장샵 and 14 minutes by foot from Harrahs Cherokee Casino. 김해 출장마사지

    BalasHapus